Persoalan yang dihadapi daerah terkait TKD adalah pertama, kurang cermat dalam proses perencanaan sehingga dalam pelaksanaannya sering terjadi keterlambatan, kedua soal Dana Alokasi Umum (DAU) yang sebenarnya sebagai block grand, tapi sekarang DAU seperti rasa specific grant.
Hal ini karena DAU diarahkan untuk membayar PPPK, pemerintah pusat yang memerintahkan penerimaan PPPK tapi sampai hari ini belum ada arahan akan ada tambahan anggaran DAU untuk daerah, ini masih menjadi keprihatinan daerah.
Ketiga, masalah lain dalam TKD seperti DAK yang juknisnya sebagiannya dikirim ke daerah sangat terlambat, sehingga Pemda harus melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap APBD. Selain itu juga masih sering terjadi perubahan nomenklatur dan kodefikasi sehingga harus dilakukan penyesuaian di pertengahan.
Terkait hal itu Sekretaris Daerah Provinsi Bali menyampaikan solusi yaitu Pemda perlu menyusun dan menghitung kebutuhan belanja secara lebih cermat sesuai dengan kebutuhan riil serta menyiapkan data dukung yang lengkap. Kedua, berkoordinasi secara lebih intensif dengan Kementerian terkait, dan ketiga segera melakukan penyesuaian terhadap perubahan nomeklatur dan kodefikasi.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Bali, Muhamad Mufti Arkan, SE, SST.Ak., M.Acc., CFP, AWP., menyampaikan kinerja penyaluran APBN dan APBD di Provinsi Bali hingga Juli 2024 menunjukkan perkembangan positif dengan peningkatan pendapatan dan belanja negara, meskipun masih terdapat defisit anggaran. Pemerintah Provinsi Bali terus berupaya untuk meningkatkan efektivitas penyaluran anggaran guna mendorong pembangunan di daerah ini.
“Kinerja penyaluran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) hingga bulan Juli 2024 menunjukkan bahwa pendapatan negara di Provinsi Bali mencapai Rp12,22 triliun atau meningkat sebesar 22,9 persen secara year-on-year (YoY). Di sisi lain, belanja negara mencapai Rp13,40 triliun, yang juga mengalami peningkatan sebesar 9,9 persen YoY,” jelas Muhamad Mufti Arkan.
Akademisi dari Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Udayana, Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE, M.Si., menegaskan bahwa kebijakan fiskal melalui APBN 2024 difokuskan pada optimalisasi pendapatan negara dan efisiensi belanja negara untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
I Nyoman Mahaendra Yasa juga menyoroti pentingnya harmonisasi belanja pusat dan daerah, serta peningkatan akuntabilitas dalam pengelolaan dana transfer ke daerah.
“APBN seharusnya disusun dengan mempertimbangkan optimalisasi pendapatan negara, terus menjadi bagian komponen utama dari reformasi fiskal yang digulirkan oleh pemerintah. Kebijakan optimalisasi terus dilakukan dengan senantiasa menjaga iklim investasi dan usaha yang tetap kondusif serta keberlanjutan dan kelestarian lingkungan,” jelas Dosen FEB, Universitas Udayana, Bali, tersebut.
Lebih jauh I Nyoman Mahaendra Yasa menyampaikan Belanja Negara sebagai salah satu instrumen fiskal berperan penting dalam menggerakkan perekonomian nasional secara optimal di tengah dinamika perekonomian baik global maupun domestik. Komposisi belanja negara harus dijaga tetap sehat namun responsif sehingga mampu beradaptasi dengan kondisi yang dinamis dengan tetap mendukung proses pembangunan nasional dan memperkuat daya saing.
“Kebijakan fiskal melalui APBN selalu diarahkan untuk menjalankan 3 fungsi utama, yaitu: fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi,” ucap I Nyoman Mahaendra Yasa.
Pelaksanaan FGD ini diharapkan dapat memperoleh masukan dan informasi dari berbagai stakeholders di Daerah agar dapat ditindaklanjuti oleh Komite IV DPD dalam rangka inventarisasi materi penyusunan Pertimbangan DPD terhadap RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2025 yang akan disampaikan kepada DPR sebagai bahan masukan dan pertimbangan, sekaligus melihat sejauhmana pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2025 khususnya di Provinsi Bali.
(*)








