Ayonusa.com – Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) dan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Rabu (20/11/2024), di Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta Pusat.
RDPU tersebut membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) dan Peraturan Daerah (Perda) terkait Tata Kelola Pemerintahan Desa.
“Tata Kelola Pemerintahan Desa merupakan hal krusial dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan daerah. Ada empat aspek permasalahan yaitu partisipasi masyarakat dalam perencanaan, penganggaran, kebijakan yaitu desa kurang produktif dalam menyusun peraturan desa serta kelembagaan di mana peran BPD belum optimal dalam penyelenggaraan pemerintahan desa,” jelas Ketua BULD DPD RI Stefanus B.A.N Liow yang merupakan Anggota DPD RI Daerah Pemilihan (Dapil) Sulawesi Utara Bersama Wakil Ketua II BULD DPD RI Abdul Hamid (Dapil Riau) dan Wakil Ketua III BULD DPD RI Agita Nurfianti (Dapil Jawa Barat).
Dalam keterangan persnya, Agita menyampaikan, saat ini belum terdapat Perda Provinsi terkait Tata Kelola Pemerintahan Desa, namun terdapat Ranperda terkait Tata Kelola Pemerintahan Desa yang sedang dalam proses konsultasi bersama Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri tentang Susunan Kelembagaan, Pengisian Jabatan dan Masa Jabatan Kepala Desa Adat dan Rancangan Peraturan Gubernur (Ranpergub) tentang Penetapan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA).
“Selain itu sedang dalam proses penyusunan Ranpergub tentang Sinergitas Perencanaan dan Pengendalian Indikator Utama Pembangunan di Daerah Provinsi Jawa Barat,” tambah Agita dalam keterangan persnya.
Pada kesempatan tersebut, sejumlah Senator Indonesia menyampaikan berbagai pandangan dan pendapatnya. Anggota DPD RI asal Nusa Tenggara Barat (NTB) Mirah Midadan Fahmid menyampaikan terkait kemandirian finansial desa. Ia menyayangkan banyaknya Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) yang kondisinya saat ini seperti mati suri.
“Pada saat reses kami me-review bagaimana keaktifan Bumdes di berbagai desa di NTB dan hasil temuan kami, banyak Bumdes yang hampir tidak memberikan dampak ekonomis bagi desa sehingga perlu peran serius dari Pemerintah Pusat dan Daerah untuk menghidupkan bumdes kembali,” ungkapnya.
Senator asal Bali Ni Luh Djelantik menilai, Bumdes sebagai ujung tombak dari desa jika tidak dikelola secara profesional akan menjadi bumerang karena rentan menimbulkan nepotisme di lini pengelola Bumdes.
“Seringkali pengelola Bumdes merupakan kerabat dari kepala desa yang belum tentu kompeten dan paham akan cara mengelola Bumdes. Seharusnya Kepala Desa mengupayakan pengelolaan Bumdes. Seperti mengelola perusahaan yang berfokus pada keuntungan Bumdes, yang tentunya berdampak pada pendapatan dan kemandirian desa sehingga tidak terus-menerus bergantung pada dana desa,” katanya.
Anggota DPD RI asal Kepulauan Riau Ismeth Abdullah turut prihatin atas tata kelola desa yang seringkali dipolitisasi oleh oknum tertentu.
“Banyak desa tertinggal terutama di pulau-pulau kecil yang dianaktirikan, sehingga sulit untuk mendapat bantuan dan perhatian Pemerintah Pusat dan Daerah. Dikarenakan penduduk desa tersebut, tidak memilih calon pemimpin daerah atau legislatif pemenang Pemilu. Permasalahan ini harus segera dibicarakan serius dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Imigrasi,” tuturnya.