Penasehat Hukum Minta Polres Metro Jakarta Pusat Jangan Jadi Alat Kekuasaan

Penasehat Hukum Minta Polres Metro Jakarta Pusat Jangan Jadi Alat Kekuasaan

Ayonusa.com- Kasus yang menimpa Iste Ester Siregar hingga saat ini belum mendapatkan kepastian hukum, padahal kasus Iste Ester Siregar tersebut, bermula sejak tahun 2013 bahkan sudah beberapa kali berganti penyidik.

Hongkop Simanullang Pengacara Inte Ester Siregar menceritakan kronologi kasus ini yang hingga saat ini masih dalam proses di Pengadilan Negeri ( PN) Cikarang.

Bacaan Lainnya

“Kasus yang kami tangani saat ini adalah kasus yang didakwakan 378 yaitu penipuan dan 372 yaitu penggelapan,” ujar Hongkop Simanullang, kepada wartawan di depan Gedung Pengadilan Negeri (PN) Cikarang, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat, pada Selasa 9 Juli 2024.

Menurutnya, kasus ini berawal saat pelapor melaporkan Iste Ester Siregar ke Polres Metro Jakarta Pusat, di sana disangkakan pasal kewenangan Absolut dalam hal ini bukan kewenangan Polres Metro Jakarta Pusat.

“Karena peristiwa hukum terjadi di Kabupaten Bekasi berarti kewenangan di sini adalah Polres Kabupaten Cikarang. Kasus ini dilaporkan tahun 2013, sekarang 2024. Berjalannya proses di sana maka si terdakwa ini atau Klien kami ini langsung dinaikkan menjadi tersangka oleh Polres Metro Jakarta Pusat padahal bukan kewenangannya,” sambungnya.

Setelah itu 2017 kasus ini dilimpahkan ke Polres Metro Bekasi Kabupaten Cikarang Jawa Barat dengan status sebagai tersangka.

Setelah diterima, diperiksa, penyidik Polres Cikarang memproses bagaimana yang sebenarnya terkait kejadian ini.

“Mereka tahu ini bukan pidana namun perdata, karena ini persoalan hutang piutang. Sehingga oleh karena lamanya Penyidikan dari Polres Metro Jakarta Pusat ke Cikarang kemudian si pelapor ini gelisah,” ujarnya.

Si pelapor melaporkan ke berbagai pihak sehingga penyidik yang pertama itu digeser.

“Saya enggak tahu apakah ada di belakang oknum atau beking dari si pelapor. Saya tidak tahu biarlah hukum yang menentukan, nanti akan ketahuan siapa yang benar siapa salah siapa, siapa yang didzalimi,”ujarnya.

“Pada tanggal 31 Mei 2024, terdakwa dipanggil ke Polres. Dan penyidik yang sekarang juga tahu ibu ini nggak pernah mangkir. Bahkan penyidik sendiri menyatakan ibu ini tidak bersalah. Saya tanya kenapa ibu ini ditahan, abang tahu sendiri lah, saya kan hanya melaksanakan tugas, perintah pimpinan. Pimpinan menyatakan salah ya harus masuk, itu perintah pimpinan, komando,”sambungnya.

Kronologi kejadian pun disampaikan oleh penasehat hukum dimana peristiwa ini terjadi di rumah terdakwa.

“Si pelapor datang bersama suaminya, datang ke rumah terdakwa meminta tolong agar meminjamkan uang kepada mereka karena butuh uang untuk proyek usaha. Saya minjam uang Rp 40 juta jaminannya BPKB mobil saya. Carilah darimana kek, timbullah Nalang Peranginangin. Dia menyampaikan, syarat pinjaman jaminannya BPKB, KTP, KK dan PBB rumah. Kemudian terdakwa nyampaikan kepada si pelapor kalau syaratnya KK, KTP, BPKB dan PBB. Pelapor ini g punya PBB karena masih mengontrak. Ya udah kita ke pemilik kontrakan saja minta PBB namun mereka tidak diberi PBB oleh pemilik kontrakan,”ujarnya.

Kemudian si pelapor minta menggunakan data Ester Siregar. Dengan niat baiknya, si terdakwa ini memberikan identitasnya KTP, KK dan PBB. Udah diberikan, semua yang mengisi format Peranginangin, yang tanda tangan terdakwa. Semua persyaratan diberikan baru cairlah uang, tadinya butuh Rp 40 juta namun cair Rp 45 juta oleh Nalang Peranginangin.

“Uang Rp 40 juta kemudian diberikan semuanya kepada si pelapor. Rp 40 juta disetor tunai dan di transfer sudah diterima oleh si pelapor. Dalam Perkara ini, terdakwa ini didzalimi, peribahasa mengatakan seperti apa air susu di blas air tuba,” terangnya.

Ia pun meminta kepada penegak hukum, baik dari dari Kepolisian, Kejaksaan dan Majelis Hakim, dalam hal ini peradilan untuk membuka mata lebar-lebar.

“Jangan kacamata kuda maka kami sebut ini adalah di dzholimi, karena ini hutang piutang maka ini perdata bukan pidana,” tegasnya.

Terkait dengan pasal yang dituduhkan yaitu pasal 372 penggelapan, maka apa yang didasarkan dengan tuduhan penggelapan tidak benar, karena barang bukti berupa BPKB ada pada dlsi pelapor.

“Bukti foto-foto di ruangan di rumah kita ada semua. Adapun dikatakan tadi ini semua bengkak sampai sebesar Rp 67 juta itu bunga berbunga,”ucapnya.

” Jadi masuklah ini kepada penahanan di Polres yang 4 hari lagi mau kelimpahan ke Kejaksaan tapi kita selaku penasehat hukum berusaha membuat permohonan penangguhan dan pengalihan,”terangnya.

“Kita keberatan atas dakwah tersebut. Jika ini bukan cuman perdata. Kita buktikan dong Pasal 378 unsur-unsurnya,”ucapnya.

Penasehat hukum Iskandar meminta jangan sampai Polres Jakarta Pusat ini menjadi alat kekuasaan bagi si pelapor kenapa bisa ditetapkan tersangka, sedangkan lokus deliknya di Kabupaten Bekasi Cikarang.

“Polres Kabupaten Bekasi, sudah pernah dimediasikan bahkan berkali-kali dan dimediasi. Mediasinya dari si pelapor tidak mau diganti kerugian Rp3 juta, dia minta 100 juta. Menurut kami ini adalah suatu pemerasan kerugian si pelapor ini hanya 3 juta, 3 juta bisa dipidana atas pelapornya dia dengan alat kekuasaan,” ujarnya.

“Kami menduga ada oknum di Polres Jakarta Pusat yang menjadikan si terdakwa ini target,”ujarnya.

Sementara itu, Jensen Sembel suami terdakwa meminta kepada penegak hukum untuk membebaskan istrinya karena tidak bersalah.

“Anak-anak yang masih sekolah rindu kepada ibunya. Jadi saya mohon istri saya tidak bersalah atas kejadian ini. Harapan kami kiranya penegakan hukum lebih baik. Biarlah majelis hakim tegak lurus dalam manangani persoalan ini. Kita minta kepastian hukum demi keadilan, “pungkasnya Jansen Sembel.* (Eky)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *