Turunkan Angka Kematian Ibu, Kemendagri Tingkatkan Kompetensi SDM Daerah

Sosialisasi Pelaksanaan Training of Trainers (ToT) dan Bimbingan Teknis serta Launching Perangkat Pembelajaran Pemerintahan Dalam Negeri (P2-PDN) Perencanaan dan Penganggaran Terintegrasi Kesehatan Reproduksi (PPT-Kespro) di BPSDM Kemendagri
Sosialisasi Pelaksanaan Training of Trainers (ToT) dan Bimbingan Teknis serta Launching Perangkat Pembelajaran Pemerintahan Dalam Negeri (P2-PDN) Perencanaan dan Penganggaran Terintegrasi Kesehatan Reproduksi (PPT-Kespro) di BPSDM Kemendagri. (f/ist)

Ayonusa.com – Angka kematian ibu (AKI) masih menjadi tantangan serius di Indonesia. Berdasarkan data Long Form Sensus Penduduk 2020, AKI di Indonesia mencapai 189 kematian per 100.000 kelahiran hidup.

Untuk menekan angka ini, pemerintah terus memperkuat strategi perencanaan dan penganggaran kesehatan reproduksi yang lebih terintegrasi.

Bacaan Lainnya

Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Restuardy Daud, menegaskan bahwa penurunan AKI menjadi prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029.

Upaya ini tertuang dalam Prioritas Nasional (PN 4), yang mencakup penguatan pembangunan sumber daya manusia, sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, serta kesetaraan gender.

“Upaya pemerintah dalam menekan angka kematian ibu telah menjadi bagian dari prioritas nasional, dengan fokus pada penguatan SDM, sains, teknologi, dan kesehatan,” katanya.

Hal itu disampaikan dalam sambutan penutupan Sosialisasi Pelaksanaan Training of Trainers (ToT) dan Bimbingan Teknis serta Launching Perangkat Pembelajaran Pemerintahan Dalam Negeri (P2-PDN) Perencanaan dan Penganggaran Terintegrasi Kesehatan Reproduksi (PPT-Kespro) di BPSDM Kemendagri, Kamis (13/2/2025) secara hybrid.

Restuardy Daud menjelaskan bahwa sejak 2016, Pemerintah RI bersama UNFPA telah menginisiasi program perencanaan dan penganggaran terintegrasi kesehatan reproduksi. Program ini telah diuji coba di 3 kabupaten pada periode 2016–2020 dan diperluas ke 5 kabupaten tambahan pada periode 2021–2025.

Namun, hasil evaluasi menunjukkan bahwa perencanaan program kesehatan reproduksi di daerah masih belum optimal.

Beberapa tantangan yang diidentifikasi antara lain kurangnya prioritas terhadap program ini serta lemahnya koordinasi lintas sektor.

“Dalam konteks perencanaan program kespro, kami menilai daerah masih menghadapi tantangan, baik dari segi prioritas maupun koordinasi antar sektor. Program ini perlu melibatkan lebih banyak aktor pembangunan agar dapat berjalan lebih efektif,” tegasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *